Rabu, 19 Januari 2011

Mengenali Diri....

”Barangsiapa yang mengenal dirinya, ia akan sibuk untuk memperbaiki diri daripada sibuk mencari-cari aib dan kesalahan orang lain. ”(Ibnul Qayyim)

Diantara ciri-ciri kebahagiaan dan kemenangan seorang hamba adalah : Bila ilmu pengetahuannya bertambah, bertambah pula kerendahaan hati dan kasih sayangnya. Setiap bertambah amal-amal shalih yang dilakukan, bertambah pula rasa takut dan kehati-hatiannya dalam menjalankan perintah Allah. Semakin bertambah usianya, semakin berkuranglah ambisi-ambisi keduniaannya. Ketika bertambah hartanya, bertambah pula kedermawanannya dan pemberiannya kepada sesama. Jika bertambah tinggi kemampuan dan kedudukannya, bertambahlah kedekatannya pada manusia dan semakin rendah hati kepada mereka.

Sebaliknya ciri-ciri kecelakaan adalah : Ketika bertambah ilmu pengetahuannya, semakin bertambah kesombongannya. Setiap bertambah amalnya, kian bertambah kebanggaannya pada diri sendiri dan penghinaannya pada orang lain. Semakin bertambah kemampuan dan kedudukannya, semakin bertambah pula kesombongannya.” (Al Fawa-id, Imam Ibnul Qayyim)

Saudaraku rahimakumullah,
Bagaimana suasana hatimu saat membaca bait-bait cinta yang ditulis oleh Ibnul Qayyim ?, termasuk dalam ciri-ciri hamba yang berbahagia atau celaka ?, semoga Allah swt membimbing hati dan langkah kita untuk tetap memiliki karakter orang-orang bahagia dan menang. Semoga pula Allah menjauhkan hati dan langkah kita dari karakter orang-orang terpedaya oleh ilmu, amal dan kemampuannya, Amin.

Saudaraku rahimakumullah,
Mengenali diri amatlah penting, Rasulullah mengajarkan kita untuk sering bermuhasabah diri ketimbang mengevaluasi orang lain, orang yang sibuk oleh aib dan kekurangan lebih beruntung ketimbang orang sibuk yang memperhatikan kekurangan orang lain. Dan memang manfaat menjalani nasihat Rasulullah SAW ini adalah seperti yang dikatakan Ibnul Qayyim, ”Barangsiapa yang mengenal dirinya, ia akan sibuk untuk memperbaiki diri daripada sibuk mencari-cari aib kesalahan orang lain”

Saudaraku rahimakumullah,
Kenalilah diri, pahami kebiasannya, rasakan setiap getaran-getarannya. Lalu berhati-hati dan kontrollah kemauan dan kecenderungannya. Waspadai kekurangannya dan manfaatkan kelebihannya. Berdo’alah kepada Allah agar ia menyingkapkan ilmu-Nya tentang diri. Sebagaimana senandung do’a yang dilantunkan Yusuf bin Asbath, murid Sofyan Ats Tsauri : ”Allahumma arrifni nafsii”, Ya Allah kenalkan aku dengan diriku …

Jiwa manusia banyak menyimpan rahasia. Misteri hati dan jiwa manusia sulit dikenali dengan baik kecuali dengan bantuan Allah SWT kepada ita. Karena itu ulama terkenal yang ahli dalam masalah kejiwaan Sahal bin Abdillah mengatakan bahwa mengenali diri sendiri itu lebih sulit dan lebih halus daripada mengenali musuh. Artinya, aib dan kekurangan yang terselubung dalam diri, sangat sulit dideteksi, dan harus dibuka oleh Allah SWT agar seseorang dapat memberihkan diri dan jiwanya.

Jika seseorang telah berhasil mengenal dan mengetahui bagaimana kondisi jiwanya, maka ia akan mudah mengontrol dan mengawasi keinginan-keinginan buruknya. Inilah yang dikatakan ulama Makkah bernama Wuhaib bin Ward, ”Sesungguhnya diantara kebaikan jiwaku adalah pengetahuanku tentang keburukan jiwaku. Cukupolah seorang meukmin memelihara dirinya dari keburukan bila ia mengetahui keburukan jiwanya kemudian ia meluruskannya.”

Sebagaimana juga perkataan Hasan Al Bashri, ”Seseorang hamba masih dalam keadaan baik selama ia menyadari dan mengetahui sesuatu yang merusak amal-amalnya. (Az Zuhd, Imam Ahmad.”

Saudaraku rahimakumullah,
Semoga Allah mempererat genggaman tangan kita dijalan-Nya. Itulah pentingnya mengenali diri. Sampai-sampai Umar bin Abdul Aziz yang dijuluki khulafaur rasyidin kelima mengatakan, ”Aku mempunyai akal yang aku tahu Allah akan mengazabku karenanya.” (Riyadun Nufus, 1/355). Umar bin Abdul Aziz banyak merenungi dirinya dan sangat mengenal dirinya, sehingga muncullah perkataan luar biasa itu.

Bahkan, karena pengenalan diri yang dalam itu, Fudhail bin Iyadh ra. Mengatakan, ”la yu’rifur riya ila mukhlish,” riya tak mungkin disadari, kecuali oelh orang yang ikhlas. Ya, orang yang merasakan manisnya keikhlasan, pasti akan mengetahui pahitnya riya. Sebaliknya, orang yang tidak pernah merasakan nikmatnya ikhlas, tak mungkin bisa mengenali pahitnya riya. Begitulah, manisnya ikhlas dan pahitnya riya, hanya dirasakan oleh orang-orang yang terbiasa dan mengenali getaran jiwa.

Saudaraku rahimakumullah,
Apa yang dikatakan oleh Fudhail itu tadi pun bertolak karena kondisi dirinya yang sangat mengenal karakter jiwanya sendiri. Orang yang tidak mengenal dirinya, bahkan mengingkari keburukan dirinya adalah orang yang tidak akan mampu mengetahui apalagi mempengaruhi jiwa orang lain. Apalagi meluruskan kebengkokannya, ia tidak akan bisa. Inilah materi yang disebutkan oleh Al Kailani ketika ia mengatakan, ”Bila engkau mampu meluruskan kekurangan yang ada pada idrimu, berarti engkau mampu meluruskan kekurangan yang ada pada selain dirimu.” La melanjutkan, ”Kemampuanmu menghilangkan kemungkaran tergantung dengan kekuatan imanmu memerangi kemungkaran dalam dirimu. Kelemahanmu tinggal diam di dalam rumah dari merubah kemungkaran adalah karena kelemahan imanmu dalam memerangai kemungkaran yang ada dalam dirimu. Kekokohan dan kekuatan imanlah yang mengokohkan para ulama saat mereka berhadapan dengan pasukan syaitan baik manusia dan jin.” (Al-Fathur Rabbani, 30)

Allahhumma arrifnii nafsii …” Ya Allah, kenalkan aku pada diriku

*Di ambil dari web site DD Hongkong ditulis ulang dari Mencari Mutiara di Dasar Hati, dengan judul yang sama

0 komentar:

 
© di olah dan disusun oleh Yoga Dwi P